Waimarang : Sekeping "Surga" Tersembunyi di Sumba Timur
Air Terjun Waimarang di Melolo,
Watu Hadang, Umalulu, Sumba Timur, tersembunyi di tengah hutan. Untuk
mencapainya, pengunjung harus naik turun tebing dan menembus hutan. Namun
keindahannya tak terkira. Kolam air hijau tosca di tengah batuan dan pepohonan,
terasa bak di surga. Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur, merupakan kepingan surga
di wilayah selatan Indonesia. Hampir setiap sudut Sumba menawarkan eksotisme
tersendiri. Salah satunya air terjun Waimarang di Melolo, Desa Watu Hadang,
Kecamatan Umalulu, Sumba Timur.
Air terjun itu tersimpan di hutan
Desa Waimarang hingga ditemukan pada tahun 2015 oleh Erikson Hapu Hamapinda
Kamanula (13 tahun) bersama Kakak dan pamannya,"Waktu itu kami sedang
berburu babi hutan. Namun, malah menemukan air terjun," kata Erik. Paman
Erik yang tinggal di Bali lantas mengunggah foto-foto air terjun tersebut di
akun Facebook-nya. Dari situ, wisatawan mulai mendatangi air terjun tersebut.
Sepintas, air terjun itu mirip gambaran tempat mandi para bidadari dalam kisah
legenda Joko Tarub dan tujuh bidadari.
Tiga Tingkat
Air terjun ini memiliki tiga
tingkat. Setiap tingkat memiliki kolam, dikelilingi dinding bebatuan dan
pepohonan. Setiap tingkat air terjun dan kolam berbeda ukuran, serta memiliki
keindahan dan keunikan tersendiri. "Air terjun dan kolam di tingkat kedua
paling bagus dan ukurannya paling besar. Lebar air terjunnya tujuh meter,"
kata Erik. Akan tetapi, sebagian besar rombongan komunitas 1.000 Guru dan KFC
Indonesia memilih air terjun dan kolam tingkat ketiga.
Kolam di tempat ini indah, dalam,
dan lebar, mirip kolam renang pribadi. Pengunjung bisa leluasa mandi dan
berenang. Airnya yang biru bening hingga hijau tosca tak terlalu dingin
sehingga orang betah berlama-lama berendam dan berenang. Kolam ini dikelilingi
dinding bebatuan dengan bentuk berbeda-beda. Undak-undakan batuan menghiasi di
salah satu dinding dari kolam di bawah air terjun. Di salah satu sudut,
terdapat stalaktit dan stalagmit. Cahaya matahari terpantul kemilau dari
bebatuan tersebut.
Sejumlah pengunjung yang bernyali
lebih jadi penasaran untuk cliff jumping dari atas air terjun ke kolam. Suasana
di air terjun terasa sejuk, bertolak belakang dengan udara di luar hutan yang
panas menyengat. Selain dari tetumbuhan hutan, tebing yang tinggi membuat
suasana jadi adem nan asri. Erik menyarankan, sebaiknya datang di antara jam
09.00-10.00 pagi. Diantara jam tersebut, sinar matahari akan bersinar masuk
melalui celah air terjun. Dan akan terlihat pemandangan yang sangat indah.
Sebaliknya, jangan datang terlalu sore karena saat kembali ke lahan parkir,
perjalanan akan terasa sulit, karena sepanjang perjalanan naik turun tebing
sangat gelap tidak ada lampu. Padahal, jalurnya sempit.
Perjuangan Ekstra
Air terjun Waimarang menjadi
salah satu pilihan dalam program traveling and teaching (jalan-jalan dan
mengajar) bulan Agustus 2018 di Sumba dari Komunitas 1.000 Guru dan KFC
Indonesia. Selepas mengajar dan memberikan bantuan di SD Negeri Rapamanu, di
Desa Mbatakapidu, Waingapu, Sumba Timur, rombongan menuju air terjun.
Pertengahan Agustus, Sumba di
puncak kemarau. Sepanjang perjalanan selama 2 jam dari Rapamanu ke Waimarang
melewati hamparan sabana kering, perbukitan dengan rumput menguning, deretan
pepohonan kering sepanjang perjalanan. Kendaraan meluncur cepat di aspal hitam
mulus. Tanah putih di kiri dan kanan jalan kontras dengan warna aspal. Sesekali
terlihat fatamorgana dari aspal karena teriknya matahari.
Selepas jalan mulus, kendaraan
memasuki perkampungan dengan jalanan sempit, rusak, dan bergelombang. Setelah
melewati dua kampung adat dengan rumah tradisional khas Sumba dan makam
leluhur, sampailah kami ke Desa Waimarang. Sampai di lahan parkir, jarum jam
menunjukkan pukul 14.00. Erik sudah menunggu rombongan kami. "Jarak ke air
terjun sekitar satu kilometer. Paling cepat sekitar 20 menit tiba di air
terjun," kata Erik.
Perjalanan kami tempuh sekitar
30-40 menit karena tidak terbiasa dengan jalanan curam. Sesekali kami berhenti
untuk berfoto dengan pemandangan perbukitan dan sabana. Awalnya jalanan menurun
dan sempit. Begitu memasuki hutan, jalanan mendatar. Sesekali terlihat akar
tanaman menggantung, pohon tumbang, batuan alam berukuran besar. Selepas hutan
kecil, pengunjung dihadapkan dua pilihan jalur. Kami ambil jalur kanan, lima
menit berselang, samar-samar terdengar suara gemericik air.
Seiring terdengarnya suara itu,
medan yang dilalui semakin berat. Butuh mental dan fisik tangguh untuk
menembus. Berbekal petunjuk arah bekas jalan pengunjung, rombongan kami sampai
di jurang yang cukup terjal. Jalanan setapak yang dilalui terus menurun dan
semakin curam dengan kemiringan sampai 80 derajat. Erik dan keluarga sengaja
memasang bambu dan kayu di kanan dan kiri jalan untuk membantu memudahkan
pengunjung sampai ke air terjun.
Jalanan licin menyambut saat tiba
di kawasan air terjun yang menakjubkan itu. Lelah selama perjalanan yang
menantang terbayar. Kami tersihir dengan keindahan pemandangan alamnya. Hati
pun tergoda menceburkan diri ke dalam air hijau tosca. Tanpa terasa lebih dari
sejam kami berendam dan berenang di kolam. Saatnya balik untuk melanjutkan
perjalanan. Namun membayangkan perjalanan balik ke parkiran mobil yang akan
terasa lebih berat dibanding saat datang ke air terjun, kaki seolah enggan
melangkah. Jalanan menanjak dan harus memanjat akar demi akar pepohonan.
Perjalanan dari air terjun menuju
tempat parkir ditempuh lebih lama, sekitar 50 menit karena banyak yang berhenti
untuk mengatur napas dan melepas lelah. Namun kelapa muda menjadi pelepas
dahaga dan penyegar sesampai di tempat parkir. Erik dan keluarga yang mengelola
wisata ini tidak membebani pengunjung dengan tiket masuk. Pengunjung hanya
membayar biaya parkir Rp 10.000,- per mobil dan Rp 5.000,- per sepeda motor. Di
area parkir, pengunjung bisa beristirahat di warung bambu.
Belum Tercantum
Air terjun Waimarang masih tergolong
baru, alami bak perawan tersembunyi. Sama sekali belum terkelola secara baik.
Bahkan dalam situs web resmi Pemerintah Kabupaten Sumba Timur,
www.sumbatimurkab.go.id/wisata-laut.html, air terjun ini belum tercantum. Dalam
situs web itu disebutkan, ada tujuh air terjun di Sumba Timur, yakni Air Terjun
Laputi di Desa Praingkareha dan Kanabu Wai di Desa Waikanabu (Kecamatan
Tabundung), Hirumanu (Desa Kananggar, Kecamatan Paberiwai), Gunung Meja (Desa
Kuta, Kecamatan Kanatang), Koalat (Desa Maidang, Kecamatan Kambatta
Mapambuhangu), Kamanggih (Desa Kamanggih, Kecamatan Kahaungu Eti), Erjun
Laindamuki (Desa Pindu Hurani, Kecamatan Tabundung).
Penasaran dengan alam yang ada di
Sumba Timur? Yuk rencanakan perjalananmu dengan Pemandu Wisata Top.